KEPRIZONE.COM, BATAM – Pulau Nipah adalah salah satu pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Singapura. Termasuk ke wilayah administratif Pulau Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam.
Hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke pulau ini dari Batam. Luas Pulau Nipah sekarang sekitar 40 hektar lebih. Sempat hampir tenggelam karena penambangan pasir laut untuk kebutuhan pembangunan Sentosa di Singapura pada era presiden Megawati.
Sekjen Alarm Indonesia, Arifin mengatakan, bahwa pada tahun 2015, PT Surya Mina Asinusa (SMA) mengucurkan dana investasi senilai Rp500 miliar untuk membangun bunker minyak terpendam.
“PT SMA ini ternyata adalah induk perusahaan dari PT Asinusa Putra Sekawan (APS) yang mendapatkan konsesi pengelolaan labuh jangkar, Ship to Ship (STS) Transfer dan lainnya di perairan Pulau Nipah,” kata Arifin kepada Keprizone.com, Jumat (10/2/2023).
Arifin menyebutkan, bahwa ada dugaan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang terjadi dalam pemberian konsesi kepada PT APS.
“Induk dan anak perusahaan ini menguasai bisnis mulai dari darat sampai ke laut. Wajar saja kita curiga. Induknya dapat kontrak 30 tahun dan anaknya 28 tahun. Apa ini bukan praktik monopoli namanya? Kalau sudah monopoli sudah jelas ada dugaan uang siluman yang beredar,” sebutnya.
“Mari kita flashback kasus OTT Polda Kepri tahun 2018 yang melibatkan KSOP Kelas III Pulau Sambu. Bukan tidak mungkin terjadi lagi lho,” imbuh Arifin.
Arifin mempertanyakan transparansi proses lelang konsesi labuh jangkar Pulau Nipah. “Bagi Alarm Indonesia pertanyaannya adalah apa benar ada lelang? kapan? di mana? dan perusahaan mana saja yang ikut?,” tanya Arifin.
Menurut Arifin, hal yang sangat penting bagi pihaknya adalah konsesi labuh jangkar Pulau Nipah berada di bawah kendali KSOP Kelas I Tanjungbalai Karimun, yang ternyata juga membawahi KSOP Kelas III Pulau Sambu.
“Kenapa tidak berada di bawah KSOP Batam. Pulau Nipah jelas di dalam wilayah administratif Kota Batam,” kata Arfin dengan penuh tanda tanya.
Alarm Indonesia menduga hal itu cacat administratif terkait pemberian konsesi kepada PT APS.
“Untuk itu pemberian konsesi labuh jangkar dan STS transfer perlu ditinjau ulang dan dibatalkan. Komisi I DPRD Batam harus peka dan tegas terhadap masalah ini,” ucap Arifin.
Hal senada juga disampaikan Kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kecamatan Sei Beduk, Batam, Ustadz Nurmantias. Ia menyatakan dukungannya terhadap topik labuh jangkar dan STS transfer Pulau Nipah.
“Alarm Indonesia selalu mengangkat topik yang hampir tidak pernah diangkat oleh LSM lainnya di Kota Batam. Ini perlu kita dukung, dan khusus masalah ini saya sebagai kader PPP akan meminta untuk diadakan rapat dengar pendapat (RDP), baik di tingkat daerah ataupun pusat,” katanya.
Ia menerangkan, bahwa keberadaan KSOP Kelas I Tanjung Balai Karimun sebagai penanggung jawab konsesi labuh jangkar Pulau Nipah diduga melanggar prinsip-prinsip otonomi daerah dan kewenangan daerah.
“Jika Alarm Indonesia menyebut cacat administrasi, saya menyebut wilayah kerja KSOP Kelas I Tanjung Balai Karimun di Perairan Pulau Nipah cacat hukum,” ujarnya.
Ia menilai kontrak apapun yang ada di Pulau Nipah, mulai dari konsesi hingga bunker minyak batal demi hukum.
“Dalam waktu dekat kita bersama Alarm Indonesia akan mendatangi Komisi I DPRD Kota Batam, dan secepatnya melaporkan permasalahan ini kepada Ketua DPC PPP Kota Batam untuk sesegera mungkin dibawa ke pusat. Kita tidak main-main,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. (red)