KEPRIZONE.COM, BATAM – Ketua Alarm Indonesia, Antoni angkat bicara terkait penangkapan sindikat penjualan orang ke Kamboja.
“Bapak dan anak berinisial MYS dan MS alias KO ini ditangkap oleh pihak kepolisian di Pelabuhan Batam Center pada Sabtu, 18 Desember 2022 lalu,” kata Antoni kepada awak media, Sabtu (24/12/2022).
Menurut Antoni, informasi kedua sindikat ini berasal dari Alarm Indonesia, dan bukan target dari pihak kepolisian.
“Alarm Indonesia memang menyusupkan anggota investigasi untuk menjadi pencari kerja dengan tujuan Kamboja. Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk bisa menyusup ke dalam jaringan yang dikelola dengan sangat rapi tersebut,” jelas Antoni.
Akhirnya, kata Antoni, setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) pada 17 Desember 2022, upaya penyeludupan orang tersebut berhasil digagalkan.
Ia menyebutkan, bahwa dalam jaringan Kamboja itu, tokoh yang berperan penting dalam rekrutmen adalah seorang wanita berinisial RMA. Wanita ini menggunakan SIM card atau nomor Kamboja untuk melakukan komunikasi dengan calon-calon korbannya.
“Calon korban diiming-imingi gaji Rp12 juta per bulan dan diberi makan dan tempat tinggal. Korban diduga dipekerjakan sebagai operator judi online,” bebernya.
Antoni membeberkan, bahwa bagi calon korban yang tidak memiliki paspor akan dibuatkan oleh wanita berinisial RMA tersebut.
“RMA ternyata mempunyai jaringan yang mampu menembus kantor Imigrasi. Dia membuat paspor melalui seseorang berinisial ALX. Paspor dengan mudah dibuat di salah satu kantor Imigrasi di Kepri. Tidak hanya itu, kartu vaksin sampai dosis ketiga pun mampu diatur atau “ditembak” oleh wanita inisial RMA ini,” ungkap Antoni.
Setelah selesai urusan paspor, lanjut Antoni, korban kemudian menunggu informasi lebih lanjut dan masuk ke dalam grup WhatsApp yang sudah disediakan. Di grup inilah informasi terkait apa yang harus dilakukan, dan siapa yang harus dihubungi, untuk teknis melewati pelabuhan, mulai dari Batam ke Singapura dan di Bandara Changi.
“Dari pengakuan korban, terkuak dua mana pengurus yang sampai sekarang belum berhasil diungkap, tetapi disinyalir berada di seputaran Batam, yakni pria berinisial DVD dan FDO,” sebut Antoni.
Lebih jauh Antoni memaparkan, DVD ini mengatur korban agar berkumpul di satu titik di hotel daerah Batuaji, sebelum berangkat ke hotel korban diminta untuk menghubungi seseorang berinisial MYR.
Ia menceritakan, pukul 02.00 WIB, MYR meminta seluruh korban untuk mengganti nomor handphone dengan nomor Telkomsel dan mengisi pulsa sebanyak Rp100 ribu, hal ini berguna untuk komunikasi setelah tiba di Changi dan Kamboja.
“MYR ini mengatur kamar bagi para korban. Ternyata MYR tidak sendiri, masih ada beberapa orang yang ikut menjadi bagian dari tim Kamboja itu. Orang yang kami maksud adalah pria berinisial IWN yang hingga detik ini masih bebas,” terang Antoni.
“Pukul 04.00 WIB subuh, para korban dibawa ke Terminal Fery Batam Centre untuk diberangkatkan dengan fery pertama menuju Singapura. Tentunya tim Alarm sudah masuk ke ruang keberangkatan. Satu persatu korban dan jaringan Kamboja ditangkap,” imbuhnya.
Antoni menyebut, saat itu yang melakukan penangkapan adalah IPTU Noval bersama pihak intelijen. “Kami berjaga-jaga di lokasi dan melihat persis proses penangkapan. Untuk hal ini kami mengapresiasi kinerja IPTU Noval dan anggota intelijen tersebut. Penangkapan dilakukan dengan profesional dan tidak menimbulkan keributan sama sekali,” ucap Antoni.
Di sisi lain, kata Antoni, pihaknya sangat menyayangkan publikasi yang dilakukan oleh Polsek KKP, karena tanpa koordinasi dengan Alarm Indonesia.
“Jadi ini judulnya, “telor mata sapi”. Sapi yang dapat nama. Kami sudah bantu negara, tapi begitu publikasi seolah mereka yang punya kerja, yang lain tidak ada. Mereka dapat penghargaan karir bisa naik, nah Alarm dapat apa? ini bukan kerja sosial,” ketus Ketua Alarm Indonesia ini.
Dengan kejadian ini, kata Antoni, pihaknya cuma mau membuktikan bahwa sebenarnya tidak sulit membongkar jaringan pengiriman manusia tersebut. Alarm Indonesia tidak digaji, tetapi mampu melakukan kerja penyusupan, untuk membongkar jaringan penjualan manusia ke Kamboja.
“Terus yang katanya sudah digaji negara dan memiliki tim intelijen dengan kemampuan deteksi luar biasa, apa kerjanya? berapa banyak korban yang sudah lolos? siapa yang harus bertanggungjawab terhadap masalah ini,” kata Antoni dengan penuh tanda tanya.
Alarm Indonesia berharap agar kinerja unit-unit yang menangani Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini agar lebih baik kedepannya.
“Cukup sudah main-mainnya, sekarang bekerjalah untuk negara dengan serius. Tidak sulit dan tidak mau itu berbeda, tidak sulit itu berarti bisa dilakukan, Alarm sudah membuktikan itu. Tidak mau? nah itu yang menjadi tanda tanya. Apakah sudah menjadi bagian dari jaringan perdagangan orang? Kami akan berkirim surat ke Presiden dan instansi terkait untuk meminta agar masalah pengiriman orang ini diberanguskan sampai ke akarnya. Kasihan warga kita jadi korban penipuan, ada yang tidak kedengaran lagi kabarnya,” ujar Antoni menandaskan.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. (red)